Terlihat dari sosok yang bisa dibilang tidak lagi muda, dengan menginjak usianya yang sudah 50 tahun. Memiliki banyak pengalaman di bidang Elektro, "Pak Bambang" begitulah kami para mahasiswa menanggilnya. Bisa dibayangkan, dengan pengalamannya di bidang Elektro selama 13 tahun, pak Bambang sudah sangat hafal dan mahir di bidangnya. Pak Bambang, menurut penulis pribadi, beliau memiliki pengalaman masa lalu yang sangat - sangat pahit, sehingga bisa dijadikan sebagai inspirasi dan motivasi penulis. Dimana beliau ketika SMP sudah menguasai Radio, dan ketika SMA beliau sudah menguasai TV.
Pak Bambang juga hebat, beliau rela meninggalkan pekerjaan lamanya demi mengabdikan dirinya sebagai dosen Universitas Gunadarma. Karna menurut beliau pekerjaan menjadi dosen jauh lebih baik dari pada pekerjaan lamanya, yaitu menjadi soundman. Penulis sangat kagum dengan kerja keras pak Bambang dalam menjalankan hidupnya, bagaimana tidak seorang pak Bambang yang hanya lulus SMA berani merantau ke Jakarta untuk mencari kerja. Perjalanan hidup pak Bambang yang sudah banyak makan asam garam pantas atau layak di jadikan inspirasi atau motivasi bagi penulis, sekarang beliau pun masih mengajar di banyak tempat demi menghidupi 3 anak dan istrinya.
Mungkin hanya itu yang bisa penulis ceritakan sedikit tentang perjalanan hidup dari Pak Bambang.
Archive for Oktober 2014
Fenomena Bahasa Indonesia
Mungkin sedikit membahas Sejarah Bahasa Indonesia :
Pada
16 Juni 1927, sidang Volksraad gaduh. Bahasa Indonesia digunakan dalam sidang
Dewan Rakyat. Di zaman Hindia-Belanda berkuasa, menggunakan bahasa Indonesia
dalam acara resmi menjadi sebuah paradoks; antara kebanggaan dan nasionalisme
berhadapan dengan sikap inlandear sebagai bumi putra.
Ialah
Jahja Datoek Kajo, anggota Volksraad kelahiran Kota Gadang 1 Agustus 1874. Ia
menentang tradisi tidak menggunggulkan bahasa Indonesia. Azizah Etek, dalam
buku Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo (2008) mencatat ketidaklaziman anggota
Volksraad dari kalangan bumi putra menyampaikan pidato dengan bahasa Melayu
(Indonesia).
Sebelum
Jahja membuat geger sidang Volksraad itu, Haji Agus Salim pernah berbahasa
Indonesia, tetapi diperingatkan oleh tuan Voorzitter. Namun Agus Salim menyangkal
karena, "menurut Dewan saya punya hak untuk mengeluarkan pendapat dalam
bahasa Indonesia." Kita bisa beranggapan bahwa kengototan Jahja
menggunakan bahasa Indonesia terilhami oleh Agus Salim. Tapi, Jahja masih
selangkah lebih maju. Dalam sebuah sesi, 22 Juni 1927, Jahja berpidato sambil
menyentil anggota lain. Katanya, "Saya berharap kepada tuan-tuan yang
hadir dalam Diwan Rakyat ini mau menyela pembicaraan saya. Dengan hormat saya
minta supaya dilakukan bahasa Melayu, (Azizah Etek: 2008)"
Permintaan
Jahja sangat politis dan berniat menaikkan harga diri bahasa dan orang
Indonesia. Ia tak rela, di tanah sendiri, harus berbahasa dengan bahasa orang
lain. Bukan karena ia tak mampu. Azizah Etek (2008: 30) mengingatkan sebagai
seorang tamatan sekolah desa, sekolah kelas dua, Jahja tentu mampu berbahasa
Belanda. Pilihan menggunakan bahasa Indonesia merupakan bentuk nasionalisme,
dan membentuk identitas yang tidak diakui. Persoalan berbahasa di sidang
Volksraad bukan sebatas masalah bagaimana pesan dapat dipahami oleh anggota
lain. Jahja memberi contoh bagus merangkai martabat, membangun identitas, dan
mengusulkan perubahan.
Jahja
geram tatkala seorang wakil pemerintahan Belanda menjawab dengan bahasa Belanda
disertai embel-embel bahwa kalau kurang jelas hendak bisa bertanya kepada
Mochtar, salah seorang anggota. Dua alasan kegeramnnya, pertama; Jahja dianggap
kurang paham bahasa Belanda, dan kedua; orang Belanda enggan berbahasa
Indonesia. Menyikapi itu, Jahja berkelakar, "Tuan tentu memaklumi, bahwa sekalian
bangsa dalam dunia ini lebih suka berbahasa di dalam bahasanya sendiri.
Sebabnya perasaan Indonesier tinggal di orang Indonesier, perasaan Belanda di
Belanda."
Pemicu
Buku
Pesona Bahasa (2005) mencatat, mengutip penelitian The Summer Institute of
Linguistic, terdapat 726 bahasa daerah di seluruh kawasan Indonesia.
Bahasa-bahasa itu memiliki penuturnya masing-masing. Ada yang dituturkan
jutaan, beberapa ribu, bahkan hanya dinikmati beberapa puluh saja. Nah, bahasa
Indonesia mempertemukan bangsa-bangsa yang sudah memiliki bahasa tuturnya
sendiri. Bahasa Indonesia berdiri di tengah sebagai penyambung banyak lidah.
Nasib
bahasa Indonesia diperteguh kehadiran Sumpah Pemuda yang ditulis dan
dibaca-jelaskan oleh Muhammad Yamin pada kongres 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda
menjadi titik lain penegasan identitas bangsa Indonesia dengan bahasa resmi;
bahasa Indonesia. Teks itu berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Teks
ini gagah di tengah banyaknya bahasa yang ada di Indonesia. Teks itu menyihir
dan mempersatukan pluraritas bahasa di Indonesia. Kita bersatu dan tergerak
dalam rima yang satu. Ia menjadi pemicu untuk sadar terhadap hakikat bangsa
yang dihuni oleh banyak suku. Teks ini memikat sekaligus memberikan harapan
agar bangsa Indonesia bersedia mempersatukan kehendak. Ya, teks itu ampuh dan
jitu membawa alam bawah sadar manusia Indonesia dalam tegangan nasionalisme.
Teks ini menyelamatkan kemungkinan bahasa Belanda dijadikan bahasa sehari-hari.
Langkah
strategis sudah dirumuskan Kepala Badan Pusat Bahasa Kemdikbud Agus Dhar ma
untuk memperluas jangkauan bahasa Indonesia. Rencananya, di setiap negara, akan
ditambah pusat bahasa dan kebudayaan Indonesia. Sampai kini, ada 150 pusat
bahasa dan kebudayaan Indonesia di 48 negara.
Yang
harus kita waspadai sekarang ini adalah ketidakpercaya-dirian bangsa Indonesia
memanggul identitasnya sebagai bangsa. Meskipun sudah merdeka puluhan tahun,
kita masih terus didikte oleh bangsa lain. Kenyataan itu bisa dilihat dari
betapa menjamurnya kursus-kursus bahasa asing di mana-mana. Kita memang sudah
selayaknya menghadapi zaman globalisasi ini dengan mampu menguasai berbagai
bahasa, terutama bahasa yang digunakan sebagai bahasa internasional, antara
lain bahasa Inggris dan Arab. Tapi, kita pun mesti mempertanyakan pada diri
kita, apakah sudah menggunakan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya
berbahasa. Hal terkecil misalnya bagaimana kita menulis pesan singkat, atau
menulis status di jejaring sosial.
Di atas sudah dijelaskan sejarah singkat tentang bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia, bahasa pemersatu. Tapi di Timor Leste bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa kerja. Meski di pahami hampir 90% warganya, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa
yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.
Sumber :
Fungsi Bahasa Indonesia
1. Sebagai Alat Komunikasi
Bahasa Indonesia tidak akan luput dari fungsi komunikasi. Dikarenakan komunikasi adalah hal yang paling utama dibutuhkan saat menjalin hubungan dengan orang lain. Contoh mudah adalah kita bicara bahasa Indonesia dengan dosen kita, dengan bahasa Indonesia dapat menjadi alat yang membantu kita menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran.
2. Sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi
Bahasa juga bisa di manfaatkan sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa Indonesia juga bisa di pelajari dan nantinya digunakan sebagai alat berintegrasi dengan masyarakat. Bahasa juga sebagai alat adaptasi, maka kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang tepat dan benar untuk di gunakan di lingkungan yang tepat juga.
3. Sebagai Alat Untuk Berekspresi
Bahasa juga digunakan untuk mengekspresikan keinginan/kehendak. Suatu pemikiran atau pendapat dll seseorang akan disampaikan ke orang lain dengan menggunakan bahasa. Contoh sederhananya : Seorang mahasiswa yang memiliki pendapat dan hendak di sampaikan kepada dosennya dengan menggunakan bahasa.
4. Sebagai Kontrol Sosial
Bahasa sangat efektif bila kita lihat dari segi kontrol sosialnya. Bahasa sendiri bisa di terapkan atau di aplikasikan sebagai alat penerangan, mendapatkan informasi, maupun pendidikan. Pergunakan bahasa dengan baik dan benar, sesuai dengan siapa kita berbicara. Hal ini harus disesuaikan dengan umur, agama, status sosial, lingkungan, dan sudut pandang orang yang kita ajak bicara.
Sumber :
http://verozzaranii.blogspot.com/2013/09/peranan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
http://ekailman.webs.com/bahasaindonesiake1.htm