Dialah Inspirasiku

Kamis, 30 Oktober 2014

Terlihat dari sosok yang bisa dibilang tidak lagi muda, dengan menginjak usianya yang sudah 50 tahun. Memiliki banyak pengalaman di bidang Elektro, "Pak Bambang" begitulah kami para mahasiswa menanggilnya. Bisa dibayangkan, dengan pengalamannya di bidang Elektro selama 13 tahun, pak Bambang sudah sangat hafal dan mahir di bidangnya. Pak Bambang, menurut penulis pribadi, beliau memiliki pengalaman masa lalu yang  sangat - sangat pahit, sehingga bisa dijadikan sebagai inspirasi dan motivasi penulis. Dimana beliau ketika SMP sudah menguasai Radio, dan ketika SMA beliau sudah menguasai TV.

Pak Bambang juga hebat, beliau rela meninggalkan pekerjaan lamanya demi mengabdikan dirinya sebagai dosen Universitas Gunadarma. Karna menurut beliau pekerjaan menjadi dosen jauh lebih baik dari pada pekerjaan lamanya, yaitu menjadi soundman. Penulis sangat kagum dengan kerja keras pak Bambang dalam menjalankan hidupnya, bagaimana tidak seorang pak Bambang yang hanya lulus SMA berani merantau ke Jakarta untuk mencari kerja. Perjalanan hidup pak Bambang yang sudah banyak makan asam garam pantas atau layak di jadikan inspirasi atau motivasi bagi penulis, sekarang beliau pun masih mengajar di banyak tempat demi menghidupi 3 anak dan istrinya.

Mungkin hanya itu yang bisa penulis ceritakan sedikit tentang perjalanan hidup dari Pak Bambang.

Fenomena Bahasa Indonesia

Mungkin sedikit membahas Sejarah Bahasa Indonesia :

            Pada 16 Juni 1927, sidang Volksraad gaduh. Bahasa Indonesia digunakan dalam sidang Dewan Rakyat. Di zaman Hindia-Belanda berkuasa, menggunakan bahasa Indonesia dalam acara resmi menjadi sebuah paradoks; antara kebanggaan dan nasionalisme berhadapan dengan sikap inlandear sebagai bumi putra.

            Ialah Jahja Datoek Kajo, anggota Volksraad kelahiran Kota Gadang 1 Agustus 1874. Ia menentang tradisi tidak menggunggulkan bahasa Indonesia. Azizah Etek, dalam buku Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo (2008) mencatat ketidaklaziman anggota Volksraad dari kalangan bumi putra menyampaikan pidato dengan bahasa Melayu (Indonesia).

            Sebelum Jahja membuat geger sidang Volksraad itu, Haji Agus Salim pernah berbahasa Indonesia, tetapi diperingatkan oleh tuan Voorzitter. Namun Agus Salim menyangkal karena, "menurut Dewan saya punya hak untuk mengeluarkan pendapat dalam bahasa Indonesia." Kita bisa beranggapan bahwa kengototan Jahja menggunakan bahasa Indonesia terilhami oleh Agus Salim. Tapi, Jahja masih selangkah lebih maju. Dalam sebuah sesi, 22 Juni 1927, Jahja berpidato sambil menyentil anggota lain. Katanya, "Saya berharap kepada tuan-tuan yang hadir dalam Diwan Rakyat ini mau menyela pembicaraan saya. Dengan hormat saya minta supaya dilakukan bahasa Melayu, (Azizah Etek: 2008)"

            Permintaan Jahja sangat politis dan berniat menaikkan harga diri bahasa dan orang Indonesia. Ia tak rela, di tanah sendiri, harus berbahasa dengan bahasa orang lain. Bukan karena ia tak mampu. Azizah Etek (2008: 30) mengingatkan sebagai seorang tamatan sekolah desa, sekolah kelas dua, Jahja tentu mampu berbahasa Belanda. Pilihan menggunakan bahasa Indonesia merupakan bentuk nasionalisme, dan membentuk identitas yang tidak diakui. Persoalan berbahasa di sidang Volksraad bukan sebatas masalah bagaimana pesan dapat dipahami oleh anggota lain. Jahja memberi contoh bagus merangkai martabat, membangun identitas, dan mengusulkan perubahan.

            Jahja geram tatkala seorang wakil pemerintahan Belanda menjawab dengan bahasa Belanda disertai embel-embel bahwa kalau kurang jelas hendak bisa bertanya kepada Mochtar, salah seorang anggota. Dua alasan kegeramnnya, pertama; Jahja dianggap kurang paham bahasa Belanda, dan kedua; orang Belanda enggan berbahasa Indonesia. Menyikapi itu, Jahja berkelakar, "Tuan tentu memaklumi, bahwa sekalian bangsa dalam dunia ini lebih suka berbahasa di dalam bahasanya sendiri. Sebabnya perasaan Indonesier tinggal di orang Indonesier, perasaan Belanda di Belanda."

Pemicu

            Buku Pesona Bahasa (2005) mencatat, mengutip penelitian The Summer Institute of Linguistic, terdapat 726 bahasa daerah di seluruh kawasan Indonesia. Bahasa-bahasa itu memiliki penuturnya masing-masing. Ada yang dituturkan jutaan, beberapa ribu, bahkan hanya dinikmati beberapa puluh saja. Nah, bahasa Indonesia mempertemukan bangsa-bangsa yang sudah memiliki bahasa tuturnya sendiri. Bahasa Indonesia berdiri di tengah sebagai penyambung banyak lidah.

            Nasib bahasa Indonesia diperteguh kehadiran Sumpah Pemuda yang ditulis dan dibaca-jelaskan oleh Muhammad Yamin pada kongres 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda menjadi titik lain penegasan identitas bangsa Indonesia dengan bahasa resmi; bahasa Indonesia. Teks itu berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

            Teks ini gagah di tengah banyaknya bahasa yang ada di Indonesia. Teks itu menyihir dan mempersatukan pluraritas bahasa di Indonesia. Kita bersatu dan tergerak dalam rima yang satu. Ia menjadi pemicu untuk sadar terhadap hakikat bangsa yang dihuni oleh banyak suku. Teks ini memikat sekaligus memberikan harapan agar bangsa Indonesia bersedia mempersatukan kehendak. Ya, teks itu ampuh dan jitu membawa alam bawah sadar manusia Indonesia dalam tegangan nasionalisme. Teks ini menyelamatkan kemungkinan bahasa Belanda dijadikan bahasa sehari-hari.

            Langkah strategis sudah dirumuskan Kepala Badan Pusat Bahasa Kemdikbud Agus Dhar ma untuk memperluas jangkauan bahasa Indonesia. Rencananya, di setiap negara, akan ditambah pusat bahasa dan kebudayaan Indonesia. Sampai kini, ada 150 pusat bahasa dan kebudayaan Indonesia di 48 negara.

            Yang harus kita waspadai sekarang ini adalah ketidakpercaya-dirian bangsa Indonesia memanggul identitasnya sebagai bangsa. Meskipun sudah merdeka puluhan tahun, kita masih terus didikte oleh bangsa lain. Kenyataan itu bisa dilihat dari betapa menjamurnya kursus-kursus bahasa asing di mana-mana. Kita memang sudah selayaknya menghadapi zaman globalisasi ini dengan mampu menguasai berbagai bahasa, terutama bahasa yang digunakan sebagai bahasa internasional, antara lain bahasa Inggris dan Arab. Tapi, kita pun mesti mempertanyakan pada diri kita, apakah sudah menggunakan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya berbahasa. Hal terkecil misalnya bagaimana kita menulis pesan singkat, atau menulis status di jejaring sosial.


Di atas sudah dijelaskan sejarah singkat tentang bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia, bahasa pemersatu. Tapi di Timor Leste bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa kerja. Meski di pahami hampir 90% warganya, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.
 

Tidak jarang mahasiswa diperlakukan seperti mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia di Fakultas Sastra dan Bahasa. Setelah 12 tahun belajar Bahasa Indonesia, apakah mereka sudah mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara tertulis maupun terlisan?

Lalu bagaimana dengan kemampuan berbahasa Indonesia mahasiswa S2? Seperti halnya mahasiswa D3 dan S1, ternyata sebagian mahasiswa S2 dan S3 juga masih lemah dalam berbahasa Indonesia. Paparan singkat di atas membuktikan ketidakmampuan sebagian (besar?) mahasiswa dalam berbahasa Indonesia, dalam hal ini bahasa tulisan. Lalu apa yang mesti dikerjakan para dosen Bahasa Indonesia yang ternyata tidak semua bergelar sarjana Bahasa Indonesia?

Dengan kata lain, setiap dosen harus mampu menjadi dosen Bahasa Indonesia. Artikel-artikel opini yang berkaitan langsung dan tak langsung dengan bahasa Indonesia yang dimuat di media massa cetak pun jangan pula dilewatkan. Dalam konteks tulisan ini, bukan dosen bahasa Indonesia mengajari mahasiswa, melainkan dosen bahasa Indonesia dan mahasiswa sama-sama belajar bahasa Indonesia. Bila beberapa upaya ini dapat dilaksakanakan sungguh-sungguh dan dengan senang hati oleh para mahasiswa dan dosen bahasa Indonesia, maka kita yakin para lulusan perguruan tinggi kita tidak hanya mampu dan terampil berbahasa Indonesia secara terlisan dan tertulis, tetapi juga sungguh-sungguh mencintai bahasa nasional mereka sendiri.

Sumber :

http://ulfahsoftskill.blogspot.com/2013/11/artikel-bahasa_9984.html
http://google.co.id
http://wikipedia.org

Fungsi Bahasa Indonesia

1. Sebagai Alat Komunikasi

    Bahasa Indonesia tidak akan luput dari fungsi komunikasi. Dikarenakan komunikasi adalah hal yang paling utama dibutuhkan saat menjalin hubungan dengan orang lain. Contoh mudah adalah kita bicara bahasa Indonesia dengan dosen kita, dengan bahasa Indonesia dapat menjadi alat yang membantu kita menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran.

2. Sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi

    Bahasa juga bisa di manfaatkan sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa Indonesia juga bisa di pelajari dan nantinya digunakan sebagai alat berintegrasi dengan masyarakat. Bahasa juga sebagai alat adaptasi, maka kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang tepat dan benar untuk di gunakan di lingkungan yang tepat juga.

3. Sebagai Alat Untuk Berekspresi
 
    Bahasa juga digunakan untuk mengekspresikan keinginan/kehendak. Suatu pemikiran atau pendapat dll seseorang akan disampaikan ke orang lain dengan menggunakan bahasa. Contoh sederhananya : Seorang mahasiswa yang memiliki pendapat dan hendak di sampaikan kepada dosennya dengan menggunakan bahasa.

4. Sebagai Kontrol Sosial

    Bahasa sangat efektif bila kita lihat dari segi kontrol sosialnya. Bahasa sendiri bisa di terapkan atau di aplikasikan sebagai alat penerangan, mendapatkan informasi, maupun pendidikan. Pergunakan bahasa dengan baik dan benar, sesuai dengan siapa kita berbicara. Hal ini harus disesuaikan dengan umur, agama, status sosial, lingkungan, dan sudut pandang orang yang kita ajak bicara.

Sumber :

http://verozzaranii.blogspot.com/2013/09/peranan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
http://ekailman.webs.com/bahasaindonesiake1.htm